Minggu, 20 November 2016

Keinginan Hati



Terkadang rasa iri datang
Ketika memandang cucu Adam & Hawa bertukar rasa sayang
Begitu damai nan tenang
Bak air jernih dalam kubang

Aku bukan pujangga yang miskin akan jiwa
Namun yang bisa tertangkap mata aku tak punya
Karena manusia selalu menilai apa yang dilihatnya
Dan tiada peduli akan hal berharga yang tak kasat mata

Bukannya aku tak pernah
Hanya jiwa merasa ogah
Banyak pengalaman yang kurasa akhirnya jadi pecah
Dan selalu berakhir dengan berat sebelah

Tapi jiwa tak pernah membohongi diri
Bahwa hati selalu merasa sepi
Membutuhkan jiwa yang lain untuk menemani
Dan berbagi ratapan hati

By : Mas Yudik

Minggu, 16 Oktober 2016

Kerapuhan Iman Seorang Hamba


Sial...
Untungku mencampakan aku
Tiada sudi memberkahi kerendahanku
Keterpurukan menjalar lular dari kaki dan tanganku
Menjarah seluruh milikku dari pusar hingga ke hulu

Sial...
Kelaparan menyakitkan ku dera
Upah dari ribuan sujud dan rapalan do'a
Dari sang Maha memiliki segalanya
Yang kudapat lebih dari sekedar bukan apa-apa

Tuhan...
Dijejali iba orang lain bukanlah sebuah kenikatan
Hanyalah gambar dari jerit ketidak berdayaan
Yang tak lagi ingat akan ketakwaan
Dan hanya berpikir bagaimana besok mencari makan

Tuhan...
Aku tak takut mati
Namun dari lapar dan sakit aku selalu lari
Seakan tiada sara ku jumpai
Penderitaan menguntitku hingga ku mati

Tuhan...
Adakah Kau dengar do'aku?
Adakah Kau terima sujudku?
Adakah Kau melihat diriku?
Adakah Kau lakukan sesuatu pada hidup tak bergunaku?

Atau sebenarnya...
Ada atau tiadakah diriMu?

By : Mas Yudik

Kamis, 13 Oktober 2016

Kunang kunang



Seekor kunang kunang melukis wajah bidadari surga
Adalah khayalan yang kusadari begitu melihat indah sinarnya
Sang kunang mengintip isi hatiku dari celah retak dindingnya
Jiwa yang berisi sebungkus harapan dan secuwil asa

Sang kunang menatap bola mataku
Dengan tatapan seolah ingin tahu
Sang kunang menodongku dengan tanda tanya
Namun aku tak tahu apa yang ingin diketahuinya
Dia terbang mengitariku
Tanda tanyanya mengupas setiap sudut tubuhku

Lalu ku gapai sinarnya dalam telapak tanganku
Dia hinggap dan tetap menatapku
Aku bertanya "Apa yang kau mau?"
Namun dia tetap membisu

Suara yang entah dari mana tibanya menjawab
"Aku adalah tanda tanya dalam dirimu"

Leherku berputar dengan sendirinya
Mencari dari mana suara bergema
Namun hanya kehampaan yang kusapa
Pikirku hanya perasaanku saja

Ketika mataku merindukan sinarnya
Sang kunang telah tiada


By : Mas Yudik

Kamis, 06 Oktober 2016

Surat yang tak pernah terkirim


Dear, Sweetheart.

Aku percaya kamu sebagaimana aku percaya diriku.
Aku percaya kamu bahwa hanya aku, kamu dan Tuhan yang tahu.
Beberapa bait kata-kata ini kuharap bisa menjadi pencerahan untuk semuanya.


"ITU"

Apa "ITU"?
Entahlah,
Akun hanya ingin menyebutnya "ITU".

"ITU" yang seharusnya telah lama sirnah.
Ternyata masih ada walau terkulai lemah.
"ITU" yang dulu seagung si jago merah.
Kini hanya serupa lilin kecil menyala gundah.

Bukan maksudku menebar riak ditengah genangan air.
Aku hanya resah, mengapa "ITU" tak mau berakhir.
Setiap kali mata menangkapmu, "ITU" selalu hadir.
Betapa risau kian menjerat pikir.

Tersimpan sebuah harapan dalam batin.
Mengganti "ITU" tentangmu dengan "ITU" yang lain.
Sempat terpikir, apa itu mungkin?
Meski tertimbun rasa ragu, aku tetap yakin.

Bisa...


                                                                    Yang Tersisih

Senin, 03 Oktober 2016

Kerisauan Di Kota Lama


Deru belalang melalang luang
Bergema hingga ke dasar teluk telinga
 

Lewat tengah malam 
Detik meloncat ke hari baru
Di tengah kota lama
Di kota Batu

Aku masih membuka mata
Bukan dingin yang merasuk raga
Bukan penat menjerat urat
Namun tiada mimpi ku sapa

Hanya bayang kelam masa lalu
Dan kekacauan hari ini
Yang membuatku buta akan masa depan


By : Mas Yudik

Karenamu Sahabat


Desir angin hambat otakku berfikir
Akan kemana ragaku pergi
Mentari hujankan sengatnya
Suburkan kemalasan dalam jiwa

Namun tawamu sahabat
Selalu tawarkan pengalaman hebat
Bersamamu menjajah waktu
Cairkan penat yang membeku




By : Cah Gondrong

Cekam Malam


Dering kibas sayap sang hewan gelap warnai suasana penghujung malam
Rambutku melingkar bagai tanda tanya
Kemana kantukku pergi?

Sulit meraih kelelapan
Hening menyapa
''biarkan aku menemanimu''
Benakku terpekik
''pergi kau, jangan lagi menjebakku dalam pecahan masa lalu''


Lalu hening kian memudar
Terusir oleh pasukan kata dalam jiwa seorang pujangga
Dengan syair penggapai lelap malam

Berharap mimpi yang singkat
Karena pahitnya kenyataan lebih berharga
Dari pada indahnya bunga tidur yang tak pernah mekar selepas fajar


By : Cah Gondrong

Peran Sahabat


Hanya sahabat yang tahu bagaimana menindas rasa sara.
Hanya sahabat yang mampu menguliti selaput hening yang membungkus telinga.

Hanya kau sahabat.
Walau tiada pernah ada perhatianmu tertuju akan hal itu.

Karena sahabat, yang kau tahu hanyalah bagaimana kau menunjukkan pada sahabatmu cara menjadi seorang sahabat.



By : Cah Gondrong

Pesona Hawa


Karya Tuhan terbalut jilbab hitam.

 Menadah berkah arungi malam.

Siapa gerangan Hawa nan menawan?

Namun padanya ku tiada tujuan.

Sekedar memuji indah karya Tuhan.



By : Cah Gondrong

Sahabat Adalah Tali Persaudaraan


Kembali dalam lingkup kebahagiaan persahabatan.

Setiap kata terucap adalah nyanyian isi hati pribumi.

Yang hanya berasal dari niat membunuh setiap gores penderitaan.

Terikat dalam tali persaudaraan beragam hati.


By : Cah Gondrong

Sajak Selepas Hujan


Bumi ini basah.
Itu berkat langit.
Mengabulkan do'a mereka yang gerah jiwa dan raganya.
Menyuburkan tanah hingga ke akarnya.

Bumi ini basah.
Itu salah langit.
Melahirkan sukar dalam hati yang telah resah.
Menyapu nafkah diantara para penadah.

Langit hanyalah menjalankan kewajibannya.
Ini salah bumi.
Tak mampu mengajarkan makhluknya untuk saling memahami.
Tak mampu tunjukkan cara mensyukuri pemberian Illahi.

Ini bukan salah bumi.
Bumi hanyalah wadah.
Lalu salah siapa?

Ini bukan salah siapa siapa.
Hanyalah mereka yang lemah yang tak mampu memahami setiap gulir situasi dalam kehidupan ini.



By : Cah Gondrong

Jumat, 30 September 2016

Aku


Aku
Serta lemahnya diriku

Memandang dunia yang mengabur
Dengan mata setengah hancur
Menapak kaki dengan rintih pilu
Tulang belulang retak menggerutu

Aku
Dalam hening kesendirianku

Memeluk erat kehampaan
Hingga batin tersumpal harapan
Harap jadilah sekedar harap
Dengar tangis perasaan yang terperangkap
 
 
By : Cah Gondrong

Selasa, 27 September 2016

Pecundang


Dunia mengacungkan tombaknya di bawah leherku
Tanganku kosong
Aku tak mampu melawan

Kewarasanku pergi tanpa pamit
Atau dari awal aku memang tak pernah waras


Hanyalah kakiku yang mampu berpikir
Memencakkan kaki terus berlari
Bukan untuk bertahan hidup
Tapi menghindari tajamnya tebasan kenyataan

Berlari dan terus berlari
Entah dari mana aku mendapatkan kebanggaan
Menyandang gelar sebagai seorang PECUNDANG


By : Cah Gondrong

Sabtu, 24 September 2016

Sajak Sastrawan Kecil



Lihat dia,
Tetas benih suci seterang mentari
Terbalut kain suci jilbab syar'i
Senyum indah si puteri Srikandi
Ucap kata selembut tunas melati
Terkubur aku sekedar memandangi
Siapa gerangan sang pujaan hati

Lalu angan mengukir cerita
Waktu berputar menebar benih cinta
Langit merah muda tawarkan indah angkasa
Seakan akal sehat tinggalkan dunia nyata
Namun langit mulai tunjukkan jati diri
Hempaskan raga ini hingga menampar inti bumi
Hasrat dalam dada hancur tiada arti
Sadarkan nurani akan jiwa yang belum mati

Lihat aku,
Seorang petualang yang membanggakan pengalamannya
Seorang petualang yang takut terjerat kekurangannya
Yang sepi dan sunyi adalah temannya
Yang kertas dan pena adalah isi sakunya
Yang coret kata dan sajak adalah hidupnya
Yang hanya mampu mengagumi seorang Hawa

Beribu keinginan lafalkan kata dalam hati
Namun nurani larut dalam emosi
Tumpahkan kesilapan dalam diri
Yang sebenarnya hanya tak ingin kehilangan diri sendiri
Waktu berikan setiap detiknya untuk menggurui
Setiap gelapnya kedipan paksa akal untuk pahami
Bahwa tiada perlu menjelma di luar jati diri
Hanya kerana hati dan kenikmatan duniawi


By : Cah Gondrong

Kamis, 08 September 2016

Kekurangan





Perasaanku terpukul lagi
Teringat mereka yang kusayangi
Mereka yang berjuta jengkal dari sisi
Mereka yang sekian lama sabar menanti

Aku bagai sang perantau yang nyaris lupa kampung halaman
Bergelut melawan takdir di tengah perantauan

Ketika rupiah lebih bernilai dari pada harga diri
Jangankah bersedekah
Bahkan tulangku memakan dagingnya sendiri

Dengan apa harus berbangga di hadapan mereka?
Nyali pun menutup tirainya
Kerana tak mampu bertatap muka



By : Cah Gondrong

Senin, 05 September 2016

Perjalanan



Jalan ini berlubang
Jalan ini berbatu
Aku tersandung
Aku tersungkur
Kutapaki jalan semut ini dengan tertatih
Jalan yang dahulu kala telah kupilih
Yang kuharap dapat memetamorfosa hidupku
Sebagai senjata perang di zaman yang semakin baru

Jalan ini menuntunku ke dalam hutan sunyi
Yang dipenuhi pohon pinus berdaun pucat yang segera mati
Kabut kelabu menyeretku jauh ke jantung hutan
Terlambat kusadari jalan setapak kini jadi serakan dedaunan

Julangnya pohon sembunyikan senyum mentari
Seakan nasib menertawakan dilema yang kualami

Aku tersesat
Aku kehilangan arah
Tiada angin berhembus
Tiada burung berkicau
Langkahku semakin menakutkan
Akankah jalan setapak kutemukan
Atau semakin menundukkanku dalam keterpurukan
Aku semakin tak tahu apa itu masa depan

Di tengah keputus asaan muncul api pengharapan di lubuk hati
Berharap temukan sebuah bukit tinggi
Hanya untuk mencari sesuatu yang pasti
Akan kemana lagi harus langkahkan kaki


(makna dari puisi ini adalah seseorang yang telah memilih jalan yang akan dilalui dalam hidupnya, namun ia mengalami dilema atas masalah yang ia hadapi, ia tak tahu harus  bagaimana dan berfikir apakah jalan yang dipilihnya adalah salah namun pada akhirnya ia memutuskan untuk meneruskan perjalanannya)

By : Cah Gondrong

Sabtu, 03 September 2016

Bintang Tak Lagi Bintang



Tiada bintang malam ini
Tiada bintang esok kelam
Hanya bintang yang hilang ditelan malam kemarin
Hanya bintang yang tak akan terlihat lagi
 
Jika kau bunga maka akulah kumbangnya
Pepatah lama mengukir luka
Lalu apa artinya "hati"? 
Apakah hanya unsur biologi? 
Ataukah kebodohan manusia? 
Menggambar fana sebuah rasa
 
Tiada rotan akar pun jadi 
Namun akar kian tak berarti 
Semakin tenggelam di jantung bumi 
Dan terhapuskan sekali lagi
 
Tiada bintang malam ini 
Tiada bintang esok kelam 
Hanya bintang yang lupa bagaimana menjadi bintang 
Hanya bintang yang lari dari keindahannya
 
 
By : Mas Yudik

Sebuah Ruang


Tangan mereka terbentang
Tapi bukan untukku
Lidah mereka berlafal sayang
Namun bukan padaku

Terasa seperti gambar yang menggoda
Melilit asa
Menusuk dada
Membangun rasa bertajuk sara

Mereka tersenyum
Aku disini
Mereka tertawa
Aku masih disini
Mereka bahagia
Aku tetap disini

Hamparan luas tak berujung
Namun sesak terasa kian menggulung
Alunan ceria nan gembira
Hanya dengung mencengkeram kepala

Apa ini?
Mimpi?
Bukan!
Terasa begitu sakit

Realita?
Nyata?
Oh, Tuhan!
Terasa begitu pahit

Kucoba pastikan lagi
Dan kulihat kembali

Mereka tersenyum
Aku disini
Mereka tertawa
Aku sadar dan masih disini
Mereka bahagia
Kutimba air mata kelam
Kerana ku tak mampu beranjak dari tempat ini

Jiwaku mencoba berlari
Ragaku disini
Angan bersama yang kukasihi
Sadarku masih disini
Impian terbang tinggi
Kenyataanku tetap membusuk disini

Dalam tempat ini
Dalam sunyi ini
Dalam ruang bergelar penderitaan
Dalam ruang berjuluk kesepian

By : Cah Gondrong